Mungkin masih banyak juga yang belum tau tradisi
Kembul Sewu Sedulur ini. Kembul Sewu adalah tradisi masyarakat di Bendungan
Kayangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, DIY. Tradisi ini diadakan
pada setiap Rabu Pungkasan (Rabu Terakhir) di Bulan Sapar. Tujuannya untuk
mengucap syukur kepada Tuhan dan untuk menghormati sedulur.
Dalam bahasa Jawa, Kembul Sewu Sedulur berarti Makan/Santap Bersama Seribu Saudara. Ini adalah tradisi menyantap Kenduri bersama yang dibawa Masyarakat. Ada tumpeng, Ingkung, lauk pauk, kue dan buah untuk berbagi.Bothok lele dan panggang ikan emas adalah hidangan wajib dalam kenduri Saparan ini. Mengapa demikian?? Karena dua santapan ini adalah kegemaran mbah Bei Kayangan semasa hidupnya. Konon, Mbah Bei Kayangan ini adalah pengikut Prabu Brawijaya yang melarikan diri dari Majapahit. Mbah Bei kemudian sampai di daerah yang kini adalah Bendung Kayangan dan lantas membuka pemukiman di sana. Nama Bendung Kayangan muncul karena disana terdapat sebuah Bendungan yang dibangun oleh Mbah Bei Kayangan. Bendungan ini menampung air pertemuan sungai Ngiwa dan sungai Gunturan. Juga terdapat sebuah bukit tinggi yang dikenal sebagai tempat Mbah Bei Kayangan bersemedi dan dinamakan Gunung Kayangan.
Dalam bahasa Jawa, Kembul Sewu Sedulur berarti Makan/Santap Bersama Seribu Saudara. Ini adalah tradisi menyantap Kenduri bersama yang dibawa Masyarakat. Ada tumpeng, Ingkung, lauk pauk, kue dan buah untuk berbagi.Bothok lele dan panggang ikan emas adalah hidangan wajib dalam kenduri Saparan ini. Mengapa demikian?? Karena dua santapan ini adalah kegemaran mbah Bei Kayangan semasa hidupnya. Konon, Mbah Bei Kayangan ini adalah pengikut Prabu Brawijaya yang melarikan diri dari Majapahit. Mbah Bei kemudian sampai di daerah yang kini adalah Bendung Kayangan dan lantas membuka pemukiman di sana. Nama Bendung Kayangan muncul karena disana terdapat sebuah Bendungan yang dibangun oleh Mbah Bei Kayangan. Bendungan ini menampung air pertemuan sungai Ngiwa dan sungai Gunturan. Juga terdapat sebuah bukit tinggi yang dikenal sebagai tempat Mbah Bei Kayangan bersemedi dan dinamakan Gunung Kayangan.
Hal yang menarik lain adalah
dalam tradisi ini ada acara "Ngguyang Jaran" atau membasuh kuda
lumping yang menggambarkan aktivitas mbah Bei Kayangan yang semasa hidupnya
menjadi pawang kuda Prabu Brawijaya. Pada penasaran kan??? Bagi yang belum sempat menyaksikan tradisi ini kemarin masih ada kesempatan untuk melihatnya di bulan Sapar tahun depan. Jangan lupa ya??? Ingat, di Rabu Pungkasan (hari Rabu Terakhir). Ingat..ingat.. ting Cling...
0 komentar:
Posting Komentar